Pemilihan umum untuk pilpres dan pileg jatuh pada tanggal 17 April 2019, kurang lebih sekitar 3 Minggu lagi dari tulisan yang saya buat ini. Pemilihan secara serentak antara pilpres dan pileg menjadikan tahun 2019 sebagai tahun terpanas dalam ajang demokrasi 5 tahunan ini, terlebih fokus pada pemilihan presiden dan wakil nya.
UUD Pemilu yang baru dan sekarang pertama kali diterapkan menjadikan pemilihan president hanya 2 kontestan dalam pemilihan nanti. Sehingga, dikertas pemilihan president nanti hanya ada 2 kandidat saja yaitu paslon no urut 1 Jokowi & KH. Maruf Amin sebagai petahana, dan paslon no urut 2 Prabowo & Sandiaga Uno sebagai oposisi.
Menariknya, pada tahun politik hari ini lebih terasa sengit dan panas. Berbagai kalangan semuanya bersuara, baik itu pelajar milenial, petani, buruh, kuli, pedagang, aparat negara yg konon harusnya Netral, tokoh adat, tokoh agama, terlebih Netizen atau penggiat media sosial semuannya berkomentar, berdebat, adu militansi dan fanatisme bahkan hingga perang dingin.
Lebih menarik lagi, mengenai masalah agama dan politik pada tahun politik hari ini muncul lagi kepermukaan, ada yg bilang paslon 01 mepresentasikan agama ada yang bilang 02 mempresentasikan agama dan pun sebaliknya, sehingga begitu menggelitik penulis untuk menulis mengenai masalah ini. Terlebih juga ada teman yg kritis menanggapi penomena pemilu hari ini.
Baik saya disini akan menulis dengan menggunakan pendekatan historis faktual bagaimana penomena ini terjadi sepengetahuan dan pengamatan saya.
Dulu sebelum Indonesia merdeka konsep mengenai bentuk negara kita sudah diperdebatkan oleh para elit tokoh pendiri bangsa kita. Ingin seperti apa negara kita nantinya. Apakah monarki, kesultanan/khilafah, republik atau lainnya?
Mereka tahu dan paham betul bahwa, pemahaman mendasar mengenai konsep negara tsb akan mempengaruhi bangsa Indonesia kedepannya. Disini, munculah pemahaman Sekularisme di Indonesia bahwa, agama dan politik harus dipisahkan, agama dan politik adalah 2 hal yang berbeda dan bahkan memiliki 2 kutub yg berlawanan. Sekularisme beranggapan agama akan memarginalkan orang2 yang tak seakidah bahkan akan mengalami perpecahan pada bangsa tsb. Karenanya konsep negara khilafah atau kesultanan tdk cocok di negara manapun. Sekularisme sendiri berasal dari eropa yang kala itu gereja tidak boleh mengatur urusan kekaisaran. menurut max weber pencetus pemahaman ini hegemoni gereja sudah berlebihan sehinga tdk mempu menciptakan perdamaian dan kesejatraan bagi masyarakat.
Lain halnya kaum Nasionalisme berpendapat agama dan politik bisa diakomodir dengan rasa cinta tanah air, kebersamaan, kebebabasan beragama tanpa harus merendahkan agama, suku ataupun identitas lainnya. Nasionalimse dibangun atas dasar cinta tanah air, kebersamaan dan kerukunan/ perdamaian. Nasionalisme lebih mengedepankan persamaan dari pada perbedaan. Cinta tanah air adalah hal yang utama dan pertama dalam pemahaman ini.
Beda halnya dengan pandangan kaum Komunisme, agama adalah candu. Racun yg bisa menjadi bom waktu perpecahan antara manusia karena perbedaan keyakinan dan konsep ketuhanan agama satu dengan lainnya berbeda beda. Agama hanya akan menghambat kebebasan manusia mengatur alamanya dengan baik, yang sesuai dengan sikap dan sifat kemanusiaannya. Kareannya tidak perlu ada agama dalam masalah politik maupun aspek kehidupan lainya. C. Marks sebagai pencetus pemahaman ini memposisikan manusia adalah mahluk superrior yang mempu mengatur alam dan kehidupannya sendiri.
Terakhir pandangan kaum pan Islamisme, pan islamisme sendiri muncul tatkala runtuhnya kihlafah utsamniyah atau setelah perang dunia ke I. Diprakarsai oleh Jamaludin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Mereka berpendapat agama Islam harus bangkit dari keterpurukan, agama islam harus menjadi agama yg mampu memeberikan perdamaian dan kesejatraan terutama bagi pemeluknya. Agama islam adalah agama yang sempurna, universal dan pemersatu. Kesempurnaan agama Islam terlihat pada ajarannya yang meliputi segala aspek dalam kehidupan manusia. Mulai dari bangun tidur hingga tidur, diatur oleh agama ini. Bahkan urusan kecil seprti istinja (cebok) ada aturannya begitu pula politik. Politik dalam islam harus mengutamakan aqidah dan kesejahtraan serta keadilan dalam semangatnya. Dan umat islam tdk dibenarkan memilih pemimpin yg tak seaqidah. Hal ini bertujuan untuk kemaslahatan dan memuliakan agama islam itu sendiri (innad diina ingdawlohil islam, & wakalimatuwlohi hiyal ulya). Keuniversalitasan agama ini juga bahwa agama islam bukan hanya untuk orang arab saja tapi untuk semua umat manusia (wamaa arsalnaka ila kaafatal linnas), hukum dan ajaran agama Islam bisa dilaksanakan oleh siapa saja (kecuali ibadah) yang mau mepraktekannya. Bahkan dalam bernegara agama islam mampu mengakomodir agama agama lainnya sebagaimana di Madinah, yang perpolitikannya sudah diajarakan oleh Rosul SAW. Agama islam juga adalah agama pemersatu (wamaa arsalnaaka illa rohmatan lil aalamiin) sebelum munculnya agama islam yang didakwah kan oleh Nabi Muhammad dulu kaum kafir Quraisyh suka berselih dan buntu dari kata sepakat damai. Namun, ketika setelah fathul mekkah atau agama islam diterima oleh semua kalangan Quraisyh di mekkah, tanah arab menjadi tanah paling damai. Semua perbedaan disatukan dalam kesepakatan aqidah dan musyawarah untuk mufakat. Apa lagi Indonesia adalah bangsa berpenduduk mayoritas Islam. Jdi harus menjadikan Islam sebagai rujukan utama penanganan permasalah kebangsaan. Selain itu, umat islam wajib tunduk terhadap aturan aturan yg Allah tetapkan di dalam al Qur'an. (wamaa lam yahkum bimaa angzalaulloh faulaaika humul zolimun/faasikun/kaafirun).
Begitu juga pandangan pandangan pemahaman yang terjadi pada saat perpolitik saat ini. Hal ini diawali sejak terpilihnya gubernur DKI Jakarta Jokowi Ahok. Hingga ahok menjadi gubernur DKi Jakarta dan Jokowi terpilih menjadi president 2014 silam. Pro kontra atas kepemimpinan ahok menjadi bola salju panasnya kontestasi politik di Indonesia saat ini. Ketidak puasan ahok memimpin DKI menjadikan salah satu tokoh pemimpin ormas Islam geram dan melakukan aksi demonstrasi besar besaran di DKI dan sekaligus melabungkan tinggi namanya ke udara. Siapa lagi klo bukan Habib Rizieq Syihab. HRS begitu sebutan media menamainya, beranggapan umat islam sudah tertipu oleh kampanye Jokowi, umat islam sudah keliru memilih pemimpinnya. Umat islam tdk boleh memilih pemimpin non Muslim. Karena hal tsb melanggar aturan ajaran agama Islam. Terlebih pada kasus ahok yang menistakan surat al Maidah ayat 51. Perpolitikan menjadi semakin memanas hingga terjadi demo besar besaran mulai dari 411 hingga puncaknya 212. Umat islam dari berbagai daerah dan provinsi turun kejalan untuk meminta keadilan hukum terkait kasus ahok yg terkesan dilindungi pemerintah Jokowi. Indonesia hampir saja ceos akibat kejadian tsb.
Kini Jokowi sebagai petahana muncul kembali dalam ajang kontestasi politik di tanah air melawan pengusungnya dahulu saat kontestasi politik di DKI yaitu Prabowo. Sebagian umat islam masih trauma atas kepemimpinan Jokowi di Jakarta dan 5 tahun kemarin sebagai president yg tdk memeberikan kepuasan kepemimpinannya. Kubu petahana selalu menanggap bahwa kubu lawan politik selalu membawa isu agama dalam kampanye politiknya sehingga muncul stigma kubu 02 tidak fear dan menggunakan politik yg kotor. Menurut saya pribadi keduanya sekarang menggunakan isu agama untuk berpolitik. Kubu 01 menjadikan KH. Ma'ruf Amin sebagai simbol agama, representasi umat islam. Artinya kubu 01 ingin menjelaskan umat islam harus memilih pemimpin yg Islami dan akan memperjuangkan umat islam. Kubu 02 khususnya para pendukungnya yg mayoritas umat islam. tidak boleh kembali tertipu untuk kali kedua. Banyak kebijakan dan hukum yang dirasa cendereung menyudutkan umat Islam bahkan merusak islam dan negara Indonesia karenanya membela 02 sebagaian dari jihad konstitusi.
Lalu pertanyaanya apakah boleh menggunakan isu agama dalam politik ataukah boleh politik dibawa ke Masjid? Saya jawab boleh. Tapi sebagai materi edukasi bukan kampanye. Haramkah berkampanye di dalam masjid? Wa Allahu A'lam tapi saya pernah membaca sebuah hadist awo kama kola (man takalamad dunya fil masjid ahbatawllahu lahu amaluhi arbaiina sanah)
Barang siapa yg berbicara masalah dunia di dalam masjid maka Allah akan menghapus amalannya yg 40 tahun.

