Showing posts with label Novel. Show all posts
Showing posts with label Novel. Show all posts

Sunday, November 25, 2018

Aku Bagian Ke -2


Kenalkan namaku Mr. Mim ( bukan nama sebenarnya pastinya). Aku dilahirkan di bumi kota hujan. Aku adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Menurut pandangan masyarakat sekitarku aku bagai pinang dibelah kampak dengan adikku, mungkin ini karna jam kelahiran kami sama. Aku dilahirakan dari keluarga sederhana bersama ayah ibuku. Di sebuah gubuk yang berdindingkan bambu anyaman khas masyarakat kelas 3.
Dulu ketika usiaku 6 tahun aku bercita-cita ingin menjadi seorang profesor ( ilmuwan ahli kimia dan ilmuwan ahli robotik). Setiap aku menjumapi produk produk kimia, entah itu kosmetik milik ibuku atau kosmetik milik kaka permpuanku, pasti itu jadi sasaran kekonyolanku sebagai profesor amatir cilik. Bahkan obat-obatan serta bumbu bumbu dapur dan keluarganya ikut menjadi korban ambisi tersebut.
Aku dan adiku senang membuat campuran campuran kimiawi hasil karya ilmiah kami hingga hasil campuran itu menjadi semacam cairan berbahaya yg tak boleh dikonsumsi oleh setiap orang yg ingin hidup sehat dan takut mati.
Biasanya, cairan kimia itu kami gunakan untuk membunuh mahluk kecil yang tak berdosa dan tumbuhan tumbuhan liar yang menghiasi pekarangan rumah kami. Yang biasa menjadi korban kelinci percobaan konyol itu adalah capung dan semut. Mereka mati mengenaskan dengan dengan tubuh kembung dan terkadang tercabik cabik karna ulah percobaan biadab tersebut. Itu mungkin dosa yg harus kami istighfari hingga kini. Selain itu kami juga senang membuat robot robotan (hasil tayangan imajiner tahun 90an) setiap pita kaset yang biasa dikolekasi oleh ayah atau kaka laki-laki kami pasti itu menjadi sasaran fantasi kami untuk mewujudkan mahluk mahluk imajiner kedalam benda benda mati itu sehingga seolah olah ia hidup dan bergerak plus memiliki kekuatan dahsyat untuk menghancurkan monster monster jahat hasil rekaan imajinasi kami. Akh film memang membuat obsesi kami semakin menjadi jadi. Bahkan jepitan rambutpun kami sulap menjadi monster bermulut besar dengan gigi runcingnya yang tajam siap melahap mentah mentah robot robot jagoan kami. Terkadang ending cerita yang kami buat ini kontra dengan sutradara film power ranger tahun 90an. Kami lebih berpihak kepada para tokoh antagonis yang tidak pernah mendapat keadilan untuk menang dari jagoannya. Namun, terkadang juga kami merubah skenario sehingga jagoan menang telak 100 :  0. Skor kekalah fantastis bagi turnamen pertaurangan pahlawan kebenaran vs kejahatan. Kami juga membuat robot robot antik yang terbuat dari bolpoint pinsil penghapus dan serutan pensil. Ini memang karya monumental kami sebagai profesor robotik kenamaan.
Hahahaha..... (tertawa terbahak bahak seperti sincan memerankan tokoh pahlawan kesayangannya).
Muasya Allaaaaaaah...!!!!!!#%?#
Teriak si ratu cerewet membuyarkan imajinasi kami. Aku dan adik ku kena kultum dari ibuku.
Akhirnya aku dan adiku segera membubarkan para pemain dan tokoh yang ada di imajinasi kami hingga mereka kembali menjadi benda benda mati yang tak layak kami gunakan sebagaimana mestinya di usia kami.
Akhirnya aku dan adik ku kembali merapikan barang barang milik ayah dan kaka kami Ke tempatnya semula. Hmm... Beginilah nasib bocah miskin seprti kami. Kami tidak mampu untuk membeli robot robtan dan mainan seperti kebanyakan anak anak yang lain kala itu. Akhirnya pelita minyak pun di matikan aku dan adikku kembali ke pelukan ibu dan ayahku di tempat pembaringan keluarga kecil kami. To be continue

Monday, May 2, 2016

Gaji Guru Aku Dapatkan dalam waktu kurang dari 5 Jam

Mungkin judul tulisan ini terkesan sarkastis dan terkesan merendahkan profesi guru. Jujur bukan itu niatan ditulisnya cerita ini. Tulisan ini hanya untuk mengtuk kesadaran para pemerhati pendidikan saja tak lebih dan tak kurang dari itu.

Pak Amar adalah guru kaka dan tetehku di SD Negri kampung ku. Ia adalah guru yang ulet dan telaten menghadapi anak-anak kampung sejenisnya yang urakan. Anak-anak kampung memang tak sebaik anak anak yang tinggal di perkotaan prilakunya. Anak-anak kampung lebih agresif dan hyiper aktif. Mungkin ini disebabkan karna faktor orang tua mereka yang rata rata tak bersekolah waktu itu. memang, harus kita maklumi dulu untuk sekolah sangat sulit pada awal kemerdekaan indonesia. khususnya masyarakat perkampungan seperti dikampungku ini. mereka begitu terkesan primitif dengan pola pemikirannya yg masih mempercayai hal hal takhayul dan mistis serta pola pemikiran realistis oportunis yang sudah melekat turun temurun. Jangankan untuk sekolah untuk bisa hidup dan makan sehari 2 piring nasi ukuran kepalan tangan anak kecil juga mereka udah syukur. Inilah mungkin drama dibalik yuporia kemerdekaan yg dirasakan oleh penduduk kaum pinggiran dulu. Tipologi pemahaman penduduk kampungku memang sudah mengakar kuat hingga menjadikan sebuah pemikiran akut yang bersifat genetis. sebaian mereka berfikir untuk apa sekolah, karna ujung ujungnya sekolah itu untuk nyari duit.

"Mening nyari duit langsung,.. dari pada sekolah,.. sekolah tidak menghasilkan duit malah ngabisin duit. Mening kerja dapet duit, bisa makan, beli beras dan beli lauk teri (nama ikan asin). Jelas paman sambil membetulkan payung payung rusak milik kastemernya (bahasa inggris aksen sunda) saat ibuku curhat ingin menyekolahkan aku nanti.  Pamanku memiliki pemahan sama seprti kebanyakan warga kampung. Ia tak sekolah, tak belajar mengaji. dulu waktu ia kecil nenek ku tidak menyekolahkannya karna nenek hidup menjanda ditinggal oleh kake ketika itu keke meninggal dalam keadaan usia ibuku dan pamanku masih kecil usia 6 -7 tahunan. Masa sekolahnya digunakan untuk mengembala sapi milik warga. Ia juga menjadi buruh tani pada para haji haji tuan tanah. Munkin 1000 kepahitan hidup telah ia rasakan dari dulu ia kecil.

Kembali pada Pak Amar. Pak Amar adalah guru ikhlas lilahi ta'ala ia bekerja tanpa hitungan pamrih pada bangsa ini. Walaupun hasil yang ia dapat dari propesinya itu perbulan hanya 45000 tapi bagi dia itu sudah lebih dari cukup. Karna yang ia harapkan dari propesinya adalah amal akhirat yang akan membawa dirinya kelak ke jannah nyah Allah SWt.

"Barg, brag, brig, brug"......, bunyi meja yang berbenturan dengan meja dan korasi lainya. Ulah anak SD kelas 3 yang diplopori oleh kakaku. Ia berlari lari seperti kriminil dikejar densus 88 yang hendak mengintimidasinya karna ulah jahatnya sebagai terroris. Kawan kawanya begitu beringas menangkapnya seolah olah ia adalah penjahat panjang tangan. Kakaku terus berlari berputar putar di dalam kelas hingga buku buku milik teman perempuanya lecek dan berstempel spatunya merk super star. Hingga akhirnya ia berlari dan berhenti di depan pak Amar yang sedari tadi sudah memperhatikan ulah urakannya. Kaku langsung diam seribu bahasa matanya melotot karna kaget pak amar sudah di depan matanya, keringatnya meleleh di dekat telinga dan dahinya yang memerah karna dikejar teman temannya.

"ada apa ini? Kenapa kalian membuat kegaduhan? bukannya kalian belajar, ngerjain tugas.. Malah kalian lari larian seenaknya di dalam kelas.?.. Baru saja bapa keluar 2 menit meja dan korsi sudah seperti ini. Cung siapa yang tadi lari larian? !...  (Tanya pak amar dengan sedikit emosi)." Ini pak,.. agus ngejar ngejar saya (sambil nunjuk ke arah agus). jelas kakaku membela diri sekaligus memeberi info siapa pelaku atau dalang huru hara ini.

Eh... Nggaa,.. Bukan agus pa.. Ini hendra pa yang ngejar-ngejarmah.. agus mah cuma pengen bantu hendra doank pa.. Jelas agus polos.

Cekcek... Kalian ini yah.. Sudah sekarang betulkan meja dan korsi nya seperti semula. Agus hendra dan kamu juga ajum (kakaku) lekas baca istighfar 50 kali.

Sementara itu diluar sana. Ada Pamanku yang kebetulan lewat dan melihat kejadian tsb. Langsung menggeleng gelengkan kepala, melihat kejadian itu dari kejauhan bagaimana suasana kelas pa Amar. Hardiknya "hmm... Gaji ngga seberapa capenya kerasa. Hasilnya, anak orang jadi baik mah kaga.."

Ujar pamanku sambil lewat membawa payung payung rusak dengan tas rensel lusuh di punggungnya.

"mening kaya saya.. Kerja 5 jam dapet duit 45000 ribu.. 
To be continue

Wednesday, April 27, 2016

Aku

perkenalkan namaku Mr. Mim, (bukan Nama Asli Pastinya) aku adalah seorang manusia yang dilahirkan dibumi kota hujan. aku adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. menurut pandangan masyarkat sekitar aku bagai pinang terbelah dua dengan adikku. mungkin karna adikku seumuran jam lahirnya. di besarkan oleh keluarga sederhana yang terkadang ketika aku kufur aku bosan dengan kehidupanku yang sekarang.
ketika aku kecil, pasnya diusiaku 6 tahun (usia prasekolah) aku senang bermain petualangan. aku bercita-cita jadi orang hedap, orang yang memiliki kekuatan magis dan ilmu-ilmu super lainnya (mungkin ini karna efek seneng nonton TV tayangan-tayangan imajiner). aku juga pernah bercita-cita sebagai ilmuan (profesor Kimia dan Robotik). setiap aku melihat produk-produk kimia yang ada di rumahku entah itu kosmetik milik ibuku atau kaka perempuanku, atau obat-obatan yang aku dapati aku langsung meraciknya menjadi sebuah campuran istimewa, bahkan tak luput minyak goreng aset dapur ibuku juga ikut raib aku jadikan cairan istimewa tersebut. hal konyol itu aku lakukan dengan adikku. kami memang imajiner. hehe...
semua hasil racikan itu terkadang kami coba dan uji kedahsyatannya kepada tumbuh-tumbuhan penghias halaman belakang yang tak lain adalah rerumputan atau ilalang. kadang kala kami juga menangkap capung, belalang, kodok buduk, dan binatang kecil lainya yang sedapatnya kami bisa tangkap untuk dijadikan kelinci percobaan. hingga akhirnya binatang tak berdosa itu nyawanya raib atas kebiadan kebodohan kami sebagai profesor kimia yang gagal faham. selain itu juga kami senang membuat robot-robotan entah itu dari kaset-kaset yang dikumpulkan oleh ayah kami atau kaka laki-laki kami. atau terkadang alat tulis milik kaka perempuan kami. kami jadikan satu dan berbentuk layaknya kepala, tubuh, tangan dan kaki. itu semua kami lakukan untuk memenuhi ambisi kami sebagai profesor robotik yang paling ambisus. namun, apa boleh buat semua itu sirna tatkala ratu crewet datang dan menceramahi kami agar setiap barang barang milik ayah atau kaka kaka kami tidak dibiarkan berserakan dan dijadikan mainan bodoh. kami hanya bisa pasrah sambil meratapi keadaan, ternyata kami tidak memiliki apa-apa sebagai pemenuh hasrat imajinasi kami. tidak seperti teman senior kami Entis (bukan nama asli). Entis adalah nama teman sekaligus ketua kami yang sangat kami hormati dan kami segani. ia adalah anak dari seorang tuan tanah. kala itu keluarga merekalah yang mungkin terkaya di dusun kami. ia hidup dengan bergelimang kemewahan menurut kecamata kami. kami senang bermain dengannya karna pasti banyak mainan yang kami bisa coba dan bisa kami imajinasikan sebagai benda-benda nyata.